Jakarta, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Jakarta Barat turut bersuara terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 dinilai menjadi permasalahan yang signifikan khususnya bagi ekonomi masyarakat Indonesia. Kebijakan ini sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang memberikan wewenang kepada pemerintah dalam menyesuaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam rentang 5 persen sampai 15 persen.
Menurut Robertus Juan Pratama selaku Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI, walaupun langkah ini bertujuan sebagai peningkatkan penerimaan negara, penerapannya berpotensi memberikan tekanan serius pada daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang saat ini masih dalam tahap pemulihan. Kenaikan tarif ini dinilai dapat memperburuk perlambatan konsumsi domestik, yang merupakan kontributor terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Kebijakan ini pula menimbulkan pertanyaan terkait prinsip keadilan. Kebijakan kenaikan PPN serta penyesuaian UMP cenderung berpihak kepada dan menguntungkan pemerintah dan pengusaha, tetapi memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah. Padahal, sebagai negara hukum kesejahteraan masyarakat yang termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945 adalah bertanggung jawab memastikan pemerintahan berjalan dengan baik serta kepentingan publik dilindungi.
Usulan Pembatalan
Berdasarkan Pasal 58 Perpres No. 87 Tahun 2014 yang berbunyi “Presiden menugaskan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang kepada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan materi yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut sebagai Pemrakarsa”. Kemudian, Menteri terkait dapat menyusun Perppu lewat koordinasi dengan para menteri lain serta kepala lembaga setelah itu hasil penyusunan diserahkan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Perppu.
“Penerbitan Perppu untuk membatalkan aturan dalam UU HPP menjadi solusi singkat dan efektif dalam mengatasi permasalahan ini terutama kita harus mengedepankan urgensi hukum dan ekonomi, ditambah point plusnya DPR sedang reses. Sehingga, dapat menjadi pembuktian komitmen pemerintah pula dalam mewujudkan kepentingan rakyat” ucap Robertus Juan.
Juan pun menegaskan bahwa, kenaikan PPN dapat menimbulkan permasalahan hukum dimulai dari inflasi, jumlah pertambahan pengangguran berakibat kemiskinan, pencekikkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), serta merosotnya berbagai industri. Lebih lanjut, apabila kita analisis pasal 7 ayat (1) Bab 4 Angka 2 UU HPP tidak mengindahkan unsur kepatutan dan keadilan hukum. Terakhir, kondisi saat ini rasanya sulit merevisi undang-undang melalui prosedur, mengingat perlu waktu yang cukup lama sementara keadaan telah urgensi.