Indonesia memiliki potensi besar di sektor pertanian, terutama dalam produksi padi, hortikultura, dan perkebunan. Salah satunya sektor pertanian merupakan satu sektor yang menjadi prioritas penting dalam Pembangunan nasional.
Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi pertanian yang signifikan dan beragam, didukung oleh kondisi geografis dan iklim yang mendukung kegiatan agraris. Provinsi ini juga diuntungkan oleh sumber daya alam yang melimpah serta akses ke berbagai sumber air, yang menjadi tulang punggung dalam menjaga stabilitas produksi pertanian. Hal ini menjadikan wilayah ini sedang disiapkan untuk menjadi lumbung pangan nasional yang merupakan sebuah langkah strategis menunjukkan potensi besar provinsi ini dalam memenuhi kebutuhan pangan Indonesia dan mendukung stabilitas pangan nasional melalui peningkatan kapasitas produksi yang berkelanjutan.
Pada tahun 2023, Kalimantan Selatan menempati posisi sebagai produsen padi terbesar ke-12 di Indonesia dengan produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 875,5 ribu ton. Meskipun lebih dari 50% produksi padi nasional berasal dari Pulau Jawa, Kalimantan Selatan merupakan produsen padi terbesar di antara provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan (BPS, 2024).
Dari potensi yang bisa dikembangkan di Kalimantan Selatan juga belum dimanfaatkan secara optimal karena berbagai kendala yang menghambat. Pemerintah telah merancang peta jalan (roadmap) pertanian berkelanjutan sebagai solusi jangka panjang. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah: sejauh mana roadmap ini bisa benar-benar diimplementasikan? Apakah kebijakan ini hanya sebatas dokumen, atau mampu membawa perubahan nyata?
Mengenal Peta Jalan Pertanian Berkelanjutan
Peta jalan pertanian merupakan panduan strategis yang penting untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Dengan mempertimbangkan potensi, permasalahan, dan tantangan yang ada, serta mengimplementasikan strategi yang komprehensif, Indonesia dapat mewujudkan swasembada pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Beberapa langkah strategis yang sudah dilakukan meliputi:
- Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) agar tidak beralih fungsi menjadi permukiman atau industri. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tidak tinggal diam dalam upaya menjaga agar laju konversi lahan pertanian tidak terus terjadi. Lewat peraturan daerah no.2 Tahun 2014 (Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, 2014) Alih fungsi lahan pertanian diatur agar lajunya bisa dikendalikan. Perda ini juga mengatur alokasi dan keberadaan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan, hingga level Kabupaten/Kota tepatnya pada pasal 12 ayat 2. Lebih lanjut perda ini juga memuat roadmap yang mengatur agar kegiatan pertanian tetap bisa berjalan dengan baik, serta posisi Kalimantan Selatan sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara termasuk dari pemenuhan kebutuhan pangan.
- Optimalisasi lahan pertanian, seperti yang dilakukan di Kabupaten Banjar dan Barito Kuala untuk meningkatkan produktivitas.
- Penggunaan teknologi pertanian modern, seperti irigasi digital dan mekanisasi pertanian.
- Penguatan infrastruktur dan akses pasar bagi petani.
Dari perspektif kebijakan, roadmap ini terlihat menjanjikan. Namun, dalam implementasinya, terdapat berbagai tantangan yang perlu untuk dikritisi.
Tantangan di Lapangan: Antara Harapan dan Kenyataan
- Alih Fungsi Lahan yang Sulit Dihentikan
Salah satu tujuan utama roadmap ini adalah menjaga lahan pertanian dari alih fungsi. Namun, kenyataannya, konversi lahan pertanian menjadi perumahan atau industri masih terus terjadi. Pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang pesat sering kali mengorbankan lahan pertanian produktif. Jika tidak ada penegakan hukum yang kuat dan insentif yang menarik bagi petani untuk tetap bertani, maka roadmap ini hanya akan menjadi dokumen tanpa realisasi. Pemerintah harus lebih serius dalam melindungi lahan pertanian dengan kebijakan yang konkret, seperti pajak tinggi bagi pengembang yang mengalihfungsikan lahan pertanian dan subsidi bagi petani yang tetap bertani.
2.Minimnya Akses Petani terhadap Teknologi
Teknologi pertanian modern memang disebut dalam roadmap ini, tetapi realisasinya masih terbatas. Banyak petani terutama yang berada di daerah terpencil, masih menggunakan metode tradisional. Mekanisasi pertanian seperti traktor otomatis dan sistem irigasi digital memang sudah diperkenalkan, tetapi masih sulit diakses karena harga yang mahal dan minimnya pelatihan bagi petani. Pemerintah harus memastikan bahwa teknologi ini bisa diakses secara luas oleh petani, baik melalui subsidi alat pertanian maupun pelatihan gratis bagi petani.
3. Infrastruktur Pertanian yang Belum Memadai
Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada produksi, tetapi juga pada distribusi. Sayangnya, infrastruktur pertanian masih belum sepenuhnya optimal. Jalan menuju sentra pertanian sering kali rusak, membuat distribusi hasil panen menjadi lambat dan juga mahal. Untuk itu jika serius ingin menerapkan roadmap ini, maka investasi dalam pembangunan infrastruktur, seperti jalan desa, jembatan, dan gudang penyimpanan hasil panen, harus menjadi prioritas. Tanpa infrastruktur yang memadai, petani akan terus mengalami kerugian akibat harga jual yang rendah dan biaya distribusi yang tinggi.
Implementasi Peta Jalan Pertanian
Implementasi peta jalan pertanian memerlukan koordinasi yang baik antara pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk sektor pertanian dan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk mendukung pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Salah satu contoh keberhasilan implementasi strategi pembangunan pertanian adalah program penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dengan menyediakan pupuk yang terjangkau bagi petani. Dengan adanya digitalisasi dalam penyaluran pupuk bersubsidi, diharapkan kegiatan ini dapat dipantau secara lebih efektif dan efisien.
Target Swasembada dan Ekspor dalam rangka melaksanakan percepatan pencapaian pertanian Indonesia menuju lumbung pangan dunia, maka telah disusun target swasembada dan ekspor hingga tahun 2045. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan untuk memperkuat ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani. Pencapaian swasembada pangan juga disertakan dengan membangun fondasi penguatan daya saing untuk memanfaatkan pasar ekspor komoditas pangan strategis di negara-negara ASEAN dan dunia. Untuk menjalankan program-program tersebut, tidak seluruhnya berada dalam kendali Kementerian Pertanian. Untuk itu, diperlukan adanya komitmen dan dukungan perundangan/peraturan pemerintah yang memayungi peta jalan ini sehingga dapat dijadikan dasar pijakan dan arahan bagi para pihak untuk melaksanakan berbagai program dan kegiatan guna mendukung upaya mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045.
Penulis : Rima Hartina Dari berbagai Sumber