Malino, Sulawesi Selatan. Kegiatan Kemah Orang Muda Lintas Iman angkatan ke-2 sukses digelar oleh Persatuan Umat Buddha Indonesia (PERMABUDHI) Provinsi Sulawesi Selatan dan Jaringan Lintas (Jalin) Harmoni di Madiva, Malino Meditation Village yang berlangsung mulai dari tanggal 25 Oktober sampai dengan 27 Oktober 2024.
Kegiatan ini dibuat dengan tujuan Membangun Kebersamaan dan Persaudaraan antar Lintas Agama, Meningkatkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa serta Menginspirasi generasi muda untuk meneruskan semangat Sumpah Pemuda, dan Mengembangkan Nilai-nilai Toleransi melalui Kearifan Lokal.
Dalam Kemah Orang Muda Lintas Iman angkatan ke-2 ini terdapat 27 Peserta yang berasal dari berbagai utusan perwakilan lintas agama dan komunitas yang tergabung dalam Jalin Harmoni. Adapaun Utusan perwakilan lintas agama, yaitu: Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, Baha’I, Syiah, dan juga Ahmadiyah. Serta dari perwakilan komunitas ada 3, yaitu: MIPG, LBH Makassar dan WALHI.
Pelaksanaan Kegiatan ini sangat istimewa, mengingat bahwa kegiatan ini dibuat dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda dan Menyambut Hari Toleransi Internasional di bulan November nantinya. Adapun tema yang diusung dalam kegiatan ini, yaitu: Sumpah Pemuda, Membangun Komitmen Toleransi. Tema ini diusung untuk merefleksikan perjuangan para pemuda Indonesia dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menjadi simbol persatuan bangsa.
Enrique Justine Sun, C.DhA. (Ketua Panitia) menjelaskan bahwa “terselenggaranya kegiatan ini merupakan hasil komitmen para pemuda/i lintas agama yang mana memiliki tujuan untuk mempererat hubungan antarorganisasi dalam membangun kesadaran bersama akan pentingnya toleransi dan persatuan.” ujarnya.
Sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ini, Kemah Orang Muda Lintas Iman dalam hal ini disingkat menjadi KOMLI, menghadirkan narasumber yang sangat berpengalaman dalam isu-isu keberagaman dan juga kearifan lokal. Beliau adalah M. Fadlan Nasurung (Yayasan Nalarasa). Dalam materinya beliau menyampaikan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi jembatan untuk memelihara harmoni di tengah masyarakat yang majemuk. Kemudian di akhir kegiatan dihadirkan juga 3 narasumber untuk membawakan sesi sharing disscussion. Ketiga narasumber yaitu: Dr. Ir. Yonggris, M.M. (Ketua PERMABUDHI Sulawesi Selatan), Muhammad Yaqub S (Mubaligh Jaringan Ahmadiyah Indonesia Sulawesi Selatan) dan Nasrum (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sulawesi Selatan).
Dalam sesi sharing disscussion, para narasumber menyoroti kondisi kebebasan beragama di Sulawesi Selatan serta tantangan toleransi masa kini. Mereka mengajak para peserta untuk merefleksikan peristiwa kelam yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan (seperti ujaran kebencian yang tumbuh sumbur, gangguan dan pembubaran rumah agama hingga kerusuhan).
Dr. Ir. Yonggris, M.M menggarisbawahi pentingnya membangun kapasitas pemuda lintas iman melalui tiga aspek, yaitu: trust, relationship, dan integrity. “Media sosial lebih kejam daripada Tuhan. Sementara Tuhan mungkin menawarkan pengampunan, media sosial tidak, karena jejak digital dapat memiliki dampak seumur hidup,” katanya.
Kemudian beliau melanjutkan pentingnya menjalin hubungan baik dengan siapa pun, tanpa dibatasi oleh perbedaan agama, budaya, atau etnis. “Kita harus menjadi orang yang patuh dalam beragama bukan untuk menjadi eksklusif, tapi untuk menjadi orang baik bagi siapa saja,” tegasnya.
Muhammad Yaqub S juga menyoroti bagaimana kelompok Ahmadiyah di Indonesia sering menghadapi diskriminasi, meskipun mereka juga turut berjuang mengisi kemerdekaan bangsa. “Ketidaksiapan terhadap perbedaan dan kurangnya ruang dialog menyebabkan munculnya diskriminasi. Perjumpaan dan interaksi bisa mencairkan kebencian,” jelasnya.
Kemudian Nasrum menambahkan bahwa narasi yang edukatif dan konsolidasi lintas agama harus menjadi upaya bersama generasi muda dalam merawat keberagaman. “Perjumpaan-perjumpaan semacam ini penting untuk menghilangkan asumsi dan prasangka yang sering kali menyebabkan konflik,” katanya.