Di zaman sekarang, siapa sih yang nggak main media sosial? Rasanya hampir semua orang—dari yang remaja sampai orang tua—punya akun di TikTok atau X (dulu Twitter). Dua platform ini punya karakter unik: TikTok dikenal dengan konten visual yang kreatif dan cepat viral, sementara X jadi tempat orang nyampaiin opini, debat, atau kadang curhat keras. Tapi, pernah nggak sih kita mikir, ke mana perginya etika dan nilai-nilai bangsa dalam percakapan digital kita?
Indonesia punya satu panduan moral yang keren banget: Pancasila. Tapi sayangnya, banyak dari kita yang cuma inget Pancasila waktu upacara atau pelajaran sekolah. Padahal, kalau ditelaah lebih dalam, nilai-nilai Pancasila tuh bisa banget diterapkan dalam komunikasi digital. Bukan cuma buat terlihat sopan, tapi juga buat jaga ruang media sosial tetap sehat dan nggak toxic.
Ambil contoh TikTok. Banyak konten yang menginspirasi, mulai dari edukasi ringan sampai sharing pengalaman hidup. Tapi nggak jarang juga kita nemu konten yang bikin geleng kepala—mulai dari body shaming, konten sensual, sampai tantangan berbahaya. Di sinilah Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, seharusnya jadi pengingat. Komunikasi, sekreatif apapun, tetap harus berempati dan menghargai martabat orang lain.
Di sisi lain, X punya reputasi sebagai medan perdebatan yang panas. Isu agama, politik, sampai perbedaan pendapat kecil bisa jadi bahan bakar perang kata. Sering kali diskusi berubah jadi saling serang. Nah, ini momen pas untuk menghidupkan Sila Keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Artinya? Yuk, belajar berdialog dengan bijak, bukan ngegas duluan tiap beda pendapat.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, juga penting banget. Konten atau cuitan yang memecah belah—misalnya pakai stereotip SARA atau narasi provokatif—jelas-jelas bertolak belakang dengan semangat kebhinekaan. Media sosial harusnya jadi ruang untuk merayakan keberagaman, bukan malah memperuncing perbedaan. Nggak harus selalu setuju, tapi yuk saling menghormati.
Yang menarik, para kreator dan pengguna media sosial sebenarnya punya peran besar lho. Bukan cuma pemerintah atau platform yang harus tanggung jawab. Mulai dari hal kecil seperti share informasi yang udah dicek kebenarannya, sampai bikin konten positif yang memicu diskusi sehat, itu semua bentuk nyata kita mengamalkan Pancasila dalam komunikasi digital.
Jadi, Pancasila itu nggak hanya hidup di buku teks atau pidato kenegaraan. Nilai-nilainya bisa banget jadi kompas kita saat berselancar di dunia maya. TikTok dan X bisa jadi ruang yang asyik dan membangun, asal kita sadar bahwa di balik layar, ada tanggung jawab sosial. Yuk, bareng-bareng jaga media sosial tetap waras dan beradab!
Referensi:
– Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). (2020). *Pancasila Sebagai Dasar Nilai dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara*.
– Kominfo. (2022). *Panduan Etika Digital untuk Masyarakat Indonesia*.
Siti Kamelia Putri, Mahasiswa Universitas Pamulang, Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi.