Jakarta – Suasana di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, memanas pada Senin (17/2) ketika ribuan mahasiswa dari berbagai universitas berkumpul untuk menggelar aksi unjuk rasa bertajuk “Indonesia Gelap”. Aksi ini lahir dari keresahan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat, terutama di sektor ekonomi, pendidikan, dan birokrasi.
Di antara suara lantang yang menggema di tengah kerumunan, Hilmi Anwar, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berdiri tegak menyampaikan orasinya. Dengan penuh semangat, ia menyerukan tuntutan mahasiswa yang menggema di seluruh penjuru aksi.
“Hari ini kami berdiri di sini bukan sekadar meneriakkan protes, tetapi untuk mengingatkan pemerintah bahwa rakyat tidak buta, tidak tuli! Kebijakan yang menekan rakyat harus dihentikan, dan kami tidak akan diam!” serunya.
Dalam aksi ini, mahasiswa mengajukan lima tuntutan utama kepada pemerintah:
1. Mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang dianggap membatasi anggaran penting bagi sektor pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat.
2. Mengevaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai tidak efektif dalam pelaksanaannya.
3. Membatalkan pasal dalam RUU Minerba yang memberikan izin bagi kampus untuk mengelola tambang, karena berpotensi menggerus independensi akademik dan menjadikan pendidikan sebagai alat kepentingan bisnis.
4. Menuntut pencairan tunjangan dosen dan tenaga pendidik tanpa hambatan birokrasi atau pemotongan yang tidak jelas, demi mendukung kualitas pendidikan yang lebih baik.
5. Mengecam inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan publik, yang sering berubah-ubah dan menciptakan ketidakpastian bagi rakyat.
Di tengah aksi, mahasiswa membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan mereka, sementara sebagian lainnya menyalakan ban sebagai simbol kegelapan yang mereka rasakan dalam kondisi negara saat ini.
Aksi ini berlangsung hingga sore hari dengan penjagaan ketat dari aparat keamanan. Meski demikian, semangat mahasiswa tak surut. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini tidak akan berhenti sampai pemerintah memberikan respons nyata atas tuntutan yang mereka suarakan.