Mahasiswa Ekonomi mengungkapkan kritik tajam terhadap peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diterapkan pada tahun 2025, karena dianggap berdampak buruk bagi keuangan dan kesehatan mental generasi Z. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini akan menambah beban ekonomi masyarakat, terutama:
- Bagi kelas menengah ke bawah dan
- Mahasiswa dengan anggaran terbatas,
Sehingga mengurangi daya beli dan kemampuan untuk menabung. Bagi mahasiswa yang telah memiliki pengeluaran tetap untuk biaya kuliah, tempat tinggal, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari, peningkatan PPN akan menambah beban ekonomi yang cukup besar. Situasi ini dapat memaksa mereka untuk lebih berhemat, menunda pengeluaran penting, atau bahkan mencari pekerjaan tambahan yang dapat mengganggu konsentrasi pada studi.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan tarif PPN sebagai langkah untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperkuat kondisi fiskal. Alasan yang sering diungkapkan adalah untuk mendukung pembangunan infrastruktur, program sosial, serta menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka panjang. Kenaikan ini merupakan bagian dari upaya harmonisasi peraturan perpajakan dan diharapkan dapat menyederhanakan sistem perpajakan di Indonesia.
- Artikel ini dimaksudkan untuk secara kritis menguji asumsi bahwa kenaikan PPN memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental dan keuangan mahasiswa ekonomi Gen Z. Ini akan menjadi mungkin dengan menggunakan skala yang valid dan dapat diandalkan dan melakukan analisis statistik yang cermat. Elemen kualitatif akan memberikan pandangan yang lebih mendalam dan mungkin mengungkapkan nuansa yang tidak dapat ditemukan dengan data kuantitatif.
Hasil Dan Pembahasan
Kenaikan PPN ini diperkirakan akan meningkatkan pengeluaran hingga Rp1,75 juta per tahun bagi generasi Z, yang berpotensi menyebabkan stres dan gangguan kesehatan mental akibat ketidakpastian finansial dan tekanan ekonomi yang semakin meningkat. Selain itu, dampak berantai dari kenaikan PPN juga dapat mengancam lapangan kerja karena penurunan produksi akibat berkurangnya konsumsi masyarakat, sehingga peluang kerja bagi generasi Z menjadi semakin sulit.
Dampak tekanan ekonomi yang disebabkan oleh kenaikan harga dan keterbatasan finansial dapat memicu stres serta kecemasan di kalangan generasi Z. Kekhawatiran mengenai pemenuhan kebutuhan hidup, pelunasan utang (jika ada), dan persiapan masa depan finansial dapat berdampak buruk pada kesehatan mental mereka. Ketidakpastian ekonomi yang diperparah oleh kenaikan PPN dapat menimbulkan rasa tidak aman dan pesimisme terhadap masa depan. Generasi Z yang tumbuh di tengah ketidakpastian global mungkin merasa semakin terbebani oleh prospek ekonomi yang suram. Media sosial sering kali menampilkan gaya hidup yang konsumtif. Dalam tekanan untuk mengikuti tren dan gaya hidup tertentu, kenaikan harga akibat PPN dapat memperburuk perasaan tertinggal dan ketidakmampuan di kalangan sebagian generasi Z, yang berpotensi mempengaruhi kesehatan mental mereka. Kesulitan ekonomi dapat memaksa generasi Z untuk menunda pencapaian tujuan hidup seperti melanjutkan pendidikan, membeli rumah, atau memulai keluarga. Penundaan ini dapat menimbulkan frustrasi dan kekecewaan.
Dalam aksi dan pernyataan publik, mahasiswa mendesak pemerintah untuk meninjau kembali atau membatalkan kebijakan ini, karena dianggap tidak berpihak pada masyarakat kecil dan memperburuk kondisi ekonomi yang sedang melemah. Mereka mengingatkan bahwa kenaikan PPN dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memperburuk ketidakadilan sosial jika tidak diimbangi dengan kebijakan mitigasi yang efektif. Sangat penting untuk memahami alasan di balik keputusan pemerintah mengenai kenaikan PPN. Apakah langkah ini benar-benar diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal dalam jangka panjang, dan adakah kebijakan alternatif yang lebih ringan bagi kelompok muda?. Selain dampak negatif yang mungkin timbul, perlu juga dievaluasi apakah ada keuntungan jangka panjang dari kenaikan PPN, seperti peningkatan kualitas layanan publik atau pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya akan dirasakan oleh generasi Z. Namun, keuntungan ini harus dibandingkan dengan kerugian jangka pendek yang mungkin mereka hadapi.
Kritik yang membangun sering kali menyertakan alternatif solusi. Mahasiswa ekonomi dapat merekomendasikan kebijakan lain yang mampu meningkatkan pendapatan negara tanpa memberikan beban yang berat kepada masyarakat, atau setidaknya mengusulkan mekanisme kompensasi untuk kelompok yang rentan. Selain itu, mereka juga dapat mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan untuk memperkuat keuangan negara tanpa mengorbankan kesejahteraan generasi mendatang. Dialog terbuka antara pemerintah, akademisi, dan perwakilan masyarakat, termasuk mahasiswa, sangat penting untuk menemukan solusi yang optimal. Perlu dicatat bahwa analisis ini bersifat umum dan didasarkan pada potensi isu yang mungkin muncul dalam berita semacam itu. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam, akses langsung ke berita yang spesifik sangat diperlukan.
Kesimpulan
Kritik keras dari kalangan mahasiswa ekonomi terhadap rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 mencerminkan keprihatinan mendalam atas potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap kondisi keuangan dan kesejahteraan psikologis generasi Z. Mereka menilai bahwa kebijakan ini berisiko menambah beban ekonomi, khususnya bagi mahasiswa dengan sumber daya finansial terbatas. Hal ini dapat berimplikasi pada menurunnya daya beli, sulitnya menabung, serta berkurangnya konsentrasi dalam studi akibat tekanan mencari penghasilan tambahan. Prediksi meningkatnya biaya hidup serta kemungkinan berkurangnya lapangan pekerjaan semakin memperparah kekhawatiran tersebut.
Tekanan ekonomi akibat inflasi harga barang dan ketidakstabilan finansial diyakini dapat memperburuk tingkat stres, kecemasan, serta rasa tidak aman generasi muda terhadap masa depan mereka. Hal ini diperburuk oleh ekspektasi sosial media dan tertundanya pencapaian tujuan hidup. Karena itu, mahasiswa menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan ini secara serius, dengan mengedepankan prinsip keadilan sosial serta menghindari risiko perlambatan ekonomi. Walaupun upaya peningkatan pendapatan negara merupakan hal yang penting dalam menjaga stabilitas fiskal, pemerintah perlu menakar ulang urgensi kebijakan ini, mengevaluasi alternatif lain, dan membandingkan potensi manfaat jangka panjang dengan kerugian jangka pendek yang mungkin harus ditanggung generasi penerus bangsa. Pemerintah diharapkan melakukan kajian ulang yang komprehensif terhadap kebijakan kenaikan PPN, dengan mengkaji secara mendalam potensi dampaknya terhadap kelompok rentan, terutama mahasiswa. Perlu dipertimbangkan opsi kebijakan fiskal lain yang tetap mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat berpenghasilan rendah secara berlebihan. Diperlukan komunikasi yang terbuka dan transparan mengenai dasar dan urgensi kebijakan ini.
Pemerintah seyogianya mengajak berbagai pihak seperti mahasiswa, akademisi, dan pakar ekonomi untuk berdiskusi secara partisipatif, guna menemukan solusi kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan. Apabila kebijakan kenaikan PPN tetap dijalankan, penting bagi pemerintah untuk menyiapkan langkah-langkah mitigatif, seperti bantuan sosial yang akurat sasaran, subsidi kebutuhan pokok, atau dukungan finansial lainnya agar kelompok rentan tetap terlindungi dari dampak langsung kebijakan tersebut. Mahasiswa dan akademisi memiliki tanggung jawab moral untuk terus mengawal kebijakan publik. Melalui riset, advokasi, dan forum diskusi, mereka dapat memberikan masukan alternatif yang membangun serta memastikan kebijakan negara berpihak pada kepentingan generasi mendatang.
Penulis: ARYANTI M.M, VALINA DEWI SEKAR MAHESWARI, EKA AFRILIA PUTRI, APRILIAN LUCHIANSYAH