Gondanglegi, 30 Januari 2025 – Penutupan Musyawarah Lajnah Bahtsul Masa’il (LBM) di Pondok Pesantren Salafiyah Shirothul Fuqoha’ bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah pernyataan tegas bahwa tradisi keilmuan Islam tetap relevan di tengah arus modernisasi. Dalam era yang dipenuhi dengan perubahan cepat dan kompleksitas masalah, LBM hadir sebagai jembatan yang menghubungkan khazanah keilmuan Islam klasik dengan realitas kekinian. Forum ini tidak hanya mengokohkan tradisi keilmuan santri, tetapi juga menegaskan peran pesantren sebagai pusat intelektual yang mampu merespons tantangan zaman dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis dalil.
Lajnah Bahtsul Masa’il: Antara Tradisi dan Modernitas
Lajnah Bahtsul Masa’il (LBM) telah lama menjadi tulang punggung tradisi keilmuan di pesantren. Sebagai forum diskusi yang berbasis kitab kuning, LBM tidak hanya mengajarkan santri untuk memahami teks-teks klasik, tetapi juga mendorong mereka untuk mengaitkannya dengan isu-isu kontemporer. Di era digital seperti sekarang, di mana informasi mengalir deras dan masalah-masalah baru terus bermunculan, LBM menjadi ruang yang sangat penting untuk melatih santri berpikir kritis dan sistematis.
Di PPS Shirothul Fuqoha’, LBM tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga sarana untuk membentuk karakter santri yang mampu menghadapi kompleksitas kehidupan modern. Dengan merujuk pada kitab-kitab klasik seperti *Fathul Mu’in*, *I’anatut Thalibin*, dan *Al-Majmu’*, para santri diajak untuk tidak hanya memahami teks, tetapi juga menerapkannya dalam konteks kekinian. Hal ini menunjukkan bahwa keilmuan Islam tidak statis, melainkan dinamis dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Relevansi LBM di Era Digital
Salah satu tantangan besar di era modern adalah bagaimana merespons perkembangan teknologi dan perubahan sosial yang begitu cepat. Dalam musyawarah kali ini, isu-isu seperti jual beli daring dan konsep akad dalam transaksi digital menjadi topik utama. Para santri tidak hanya membahas hukum-hukum fikih klasik, tetapi juga mengeksplorasi bagaimana prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan dalam konteks ekonomi digital.
Misalnya, dalam diskusi tentang jual beli daring, para santri menelaah konsep akad ijab kabul dalam transaksi elektronik. Mereka tidak hanya mengutip pandangan ulama klasik, tetapi juga berusaha memahami bagaimana prinsip keadilan dalam Islam dapat diimplementasikan dalam sistem perdagangan modern. Hal ini menunjukkan bahwa LBM tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga aktif merespons tantangan baru dengan pendekatan yang relevan.
Problematika Sosial dan Respon Santri
Selain isu ekonomi digital, LBM juga membahas problematika sosial yang sering dihadapi masyarakat, seperti status amplop dalam pernikahan dan hukum mengadakan orkes dalam resepsi. Diskusi ini tidak hanya menarik secara akademis, tetapi juga memiliki implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dengan merujuk pada kitab-kitab seperti *Hasyiyah Al-Bajuri* dan *I’anatut Thalibin*, para santri berusaha memberikan solusi yang berbasis syariah namun tetap kontekstual.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa LBM tidak hanya fokus pada aspek teoritis, tetapi juga berusaha memberikan solusi praktis bagi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Dalam konteks ini, LBM berperan sebagai mediator antara nilai-nilai Islam tradisional dengan realitas sosial yang terus berubah.
Karantina Ilmiah: Membentuk Santri yang Kritis dan Bertanggung Jawab
Proses karantina selama dua minggu sebelum musyawarah menjadi salah satu aspek penting dalam LBM. Selama karantina, para santri tidak hanya mengkaji literatur klasik, tetapi juga berlatih menyusun argumentasi yang solid dan mempertanggungjawabkan setiap pendapat yang diajukan. Metode ini tidak hanya melatih kemampuan akademis, tetapi juga membentuk karakter santri yang kritis, disiplin, dan bertanggung jawab.
Ketua LBM PPS Shirothul Fuqoha’, Maulidi Ahmad Samako, menegaskan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kemurnian metode istinbath hukum yang diwariskan oleh para ulama. Namun, ia juga menekankan bahwa metode ini harus terus dikembangkan agar tetap relevan dengan tantangan zaman. Dengan demikian, LBM tidak hanya menjadi ajang pelestarian tradisi, tetapi juga sarana untuk mengembangkan keilmuan Islam secara kreatif dan inovatif.
Kolaborasi dan Sinergi Antar Pesantren
Partisipasi delegasi dari Pondok Pesantren Shirothul Fuqoha’ Genting dan Pondok Pesantren Al Ulum Dadapan-Wajak dalam musyawarah ini menunjukkan bahwa LBM bukan hanya tradisi lokal, melainkan upaya bersama untuk menjaga kesinambungan keilmuan Islam. Kolaborasi ini membuka ruang pertukaran pemikiran yang lebih luas dan memperkaya wawasan para santri. Dalam konteks ini, LBM berperan sebagai platform untuk membangun jaringan intelektual antar pesantren, yang pada gilirannya akan memperkuat posisi pesantren sebagai pusat keilmuan Islam di Indonesia.
Dokumentasi dan Warisan Keilmuan
Salah satu langkah penting yang diambil setelah musyawarah adalah pendokumentasian hasil kajian dalam bentuk buku. Langkah ini tidak hanya memastikan bahwa ilmu yang diperoleh dari musyawarah dapat diakses oleh generasi mendatang, tetapi juga memperluas dampak positif LBM bagi masyarakat luas. Dengan dokumentasi yang sistematis, LBM tidak hanya menjadi forum diskusi internal, tetapi juga kontribusi nyata bagi pengembangan keilmuan Islam di Indonesia.
Masa Depan LBM: Menjadi Pilar Intelektual Islam
Ke depan, Lajnah Bahtsul Masa’il PPS Shirothul Fuqoha’ berkomitmen untuk terus mengembangkan forum ini, memperluas cakupan diskusi, dan melibatkan lebih banyak pesantren. Tujuannya adalah agar rumusan yang dihasilkan semakin matang dan aplikatif di masyarakat. Dalam konteks ini, LBM tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga pilar penting dalam pengembangan tradisi intelektual Islam di Indonesia.
Dengan terus mengadaptasi metode dan pendekatannya, LBM diharapkan dapat melahirkan generasi santri yang tidak hanya kritis dan akademis, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Dalam era yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian, LBM menjadi bukti bahwa keilmuan Islam tetap relevan dan mampu memberikan solusi bagi berbagai masalah kontemporer.
Penutup
Musyawarah Lajnah Bahtsul Masa’il PPS Shirothul Fuqoha’ telah menegaskan kembali peran penting pesantren sebagai pusat keilmuan Islam yang aktif merespons tantangan zaman. Dengan menggabungkan tradisi keilmuan klasik dan pendekatan modern, LBM tidak hanya mengokohkan tradisi, tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan keilmuan Islam yang lebih dinamis dan inovatif. Dalam konteks ini, LBM bukan hanya warisan masa lalu, melainkan investasi untuk masa depan keilmuan Islam di Indonesia.