Komunikasi yang Berlandaskan Pancasila sebagai Fondasi Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia
Pendahuluan
Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, komunikasi memegang peran krusial dalam menjaga stabilitas sosial, membangun kohesi nasional, dan memperkuat identitas kebangsaan. Namun, komunikasi tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai yang mengatur arah dan etika dalam penyampaian pesan. Di Indonesia, Pancasila menjadi dasar nilai yang ideal dan kontekstual dalam membentuk sistem komunikasi yang beradab, inklusif, dan berkeadilan.
Di tengah meningkatnya fragmentasi sosial akibat polarisasi politik, disinformasi digital, dan konflik identitas, penting untuk mengembalikan fungsi Pancasila sebagai kerangka etika dan moral dalam komunikasi sosial. Artikel ini membahas bagaimana Pancasila tidak hanya sebagai ideologi negara, tetapi juga sebagai fondasi dalam membentuk pola komunikasi masyarakat Indonesia yang menjunjung keadilan, kesetaraan, dan persatuan.
1. Pancasila Sebagai Landasan Etis dalam Komunikasi
Setiap sila dalam Pancasila memuat nilai dasar yang bersifat universal, namun memiliki kekhasan kontekstual Indonesia. Dalam ranah komunikasi sosial, nilai-nilai ini berfungsi sebagai pedoman etis yang mengarahkan perilaku komunikasi antarwarga.
Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa – Mendorong komunikasi yang saling menghormati kepercayaan dan menghindari penyampaian pesan yang diskriminatif berbasis agama.
Sila 2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab – Menuntut komunikasi yang tidak menyebarkan kebencian, fitnah, atau kekerasan verbal.
Sila 3: Persatuan Indonesia – Menjadi prinsip utama dalam membangun komunikasi lintas budaya dan identitas yang inklusif.
Sila 4: Kerakyatan… Permusyawaratan/Perwakilan – Mendorong budaya komunikasi dialogis, partisipatif, dan deliberatif dalam pengambilan keputusan.
Sila 5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia – Memandu agar akses terhadap informasi dan media dapat dinikmati secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
2. Komunikasi Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Indonesia terdiri dari lebih dari 1.300 kelompok etnis, ratusan bahasa daerah, serta beragam agama dan kepercayaan. Dalam konteks ini, Pancasila menjadi satu-satunya value system yang menyatukan praktik komunikasi lintas budaya.
Contoh:
Dalam masyarakat Bali, praktik “menyame braya” (persaudaraan universal) mencerminkan komunikasi yang berlandaskan sila ke-3.
Di Jawa, konsep musyawarah mufakat dalam komunikasi antarwarga adalah bentuk nyata penerapan sila ke-4.
Di Papua dan Maluku, kegiatan gotong royong dan bakar batu menjadi media komunikasi sosial yang berbasis nilai kebersamaan dan keadilan (sila ke-5).
Tanpa dasar Pancasila, komunikasi antarbudaya rentan menjadi konflik identitas, seperti terlihat dalam kasus intoleransi atau radikalisme berbasis narasi etnosentris.
3. Tantangan Komunikasi Berpancasila di Era Digital
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola komunikasi masyarakat dari lisan dan langsung menjadi digital dan masif. Namun, transformasi ini membawa tantangan serius:
Disinformasi dan hoaks memperlemah rasa percaya antarwarga dan melemahkan prinsip sila ke-2 dan ke-3.
Bubble komunikasi di media sosial mempersempit ruang dialog dan merusak nilai sila ke-4.
Komersialisasi media menjadikan konten sebagai komoditas, sering kali mengorbankan nilai keadilan sosial (sila ke-5).
Komunikasi yang seharusnya menjadi perekat sosial justru menjadi pemicu fragmentasi jika tidak diimbangi dengan etika Pancasila.
4. Strategi Revitalisasi Komunikasi Berlandaskan Pancasila
Untuk memperkuat komunikasi berbasis nilai Pancasila, diperlukan strategi dari berbagai sektor:
a. Pendidikan dan Literasi Pancasila
Integrasi etika komunikasi Pancasila dalam kurikulum sekolah dan kampus.
Pelatihan komunikasi lintas budaya dan empatik di komunitas.
b. Reformasi Media dan Jurnalisme
Media harus mengedepankan prinsip inclusive storytelling dan constructive journalism.
Penguatan regulasi terhadap penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
c. Peran Aktif Komunitas dan Generasi Muda
Mendorong digital activism berbasis nilai Pancasila (kampanye toleransi, antihoaks, budaya damai).
Membentuk ruang diskusi publik berbasis musyawarah dan kebersamaan.
Kesimpulan
Komunikasi yang berlandaskan Pancasila bukan sekadar konsep normatif, tetapi merupakan keharusan praksis untuk menjaga keberlangsungan harmoni sosial bangsa Indonesia. Dalam masyarakat multikultural dan era digital yang penuh tantangan, Pancasila harus dipahami tidak hanya sebagai warisan sejarah, tetapi sebagai kerangka berpikir dan bertindak dalam setiap proses komunikasi.
Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap interaksi, Indonesia tidak hanya memperkuat identitas kebangsaannya, tetapi juga membangun masa depan yang inklusif, damai, dan berkeadaban.
Tangerang Selatan, Nandito Tegar Pratama, Program Studi Komunikasi – Universitas Pamulang