Semarang – Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) nasional Indonesia menunjukkan penurunan selama tiga tahun berturut-turut. Berdasarkan data dari Dewan Pers dan Satu Data KOMDIGI, skor IKP Indonesia tercatat sebesar 69,36 pada tahun 2024, turun dari 71,57 pada 2023 dan 77,88 pada 2022.

Penurunan ini mencerminkan tantangan yang semakin besar bagi jurnalis, baik dari aspek perlindungan hukum, independensi media, hingga keselamatan jurnalis di lapangan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebebasan pers di Indonesia memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.
Kesenjangan Kebebasan Pers Antar Provinsi
Data IKP 2024 juga menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antar daerah. Beberapa provinsi menunjukkan kemajuan luar biasa, sementara yang lain masih tertinggal jauh.
Tiga Provinsi dengan IKP Tertinggi 2024:
- Kalimantan Selatan – Skor: 80,91
Merupakan provinsi dengan skor tertinggi. Dukungan pemerintah daerah dan keterbukaan terhadap media menjadi faktor utama. - Kalimantan Timur – Skor: 79,96
Menunjukkan komitmen terhadap perlindungan jurnalis meski menghadapi tantangan politik dan ekonomi. - Kalimantan Tengah – Skor: 79,58
Menempati posisi ketiga secara nasional, dengan ekosistem pers yang cukup sehat.
Tiga Provinsi dengan IKP Terendah 2024:
- Papua Tengah – Skor: 61,34
Paling rendah secara nasional, mencerminkan tekanan tinggi terhadap pers di wilayah rawan konflik. - Lampung – Skor: 62,04
Mengalami penurunan tajam, dibandingkan dengan tahun sebelumnya - Papua – Skor: 65,60
Meski mengalami sedikit perbaikan dari tahun sebelumnya, Papua masih berada di posisi bawah.
Sikap yang harus diambil dalam menghadapi penurunan ini
Menghadapi tren penurunan Indeks Kemerdekaan Pers di Indonesia, ada beberapa sikap penting yang perlu diambil oleh masyarakat dan khususnya oleh mahasiswa sebagai agen perubahan:
- Menumbuhkan Literasi Media
Masyarakat dan mahasiswa harus memperkuat kemampuan untuk membedakan antara informasi yang kredibel dan yang menyesatkan. Literasi media memungkinkan publik tidak hanya mengonsumsi berita secara pasif, tetapi juga aktif mengkritisi isi dan sumbernya. - Mendukung Jurnalisme Independen
Masyarakat bisa menunjukkan dukungan kepada media yang konsisten menyuarakan kebenaran, misalnya dengan berlangganan media independen, menyebarluaskan liputan yang faktual, atau mengikuti kanal informasi terpercaya. - Melawan Kriminalisasi terhadap Jurnalis
Mahasiswa dapat berperan dalam mengadvokasi perlindungan bagi jurnalis yang dikriminalisasi dengan menyuarakan solidaritas, menggelar diskusi publik, atau mengangkat isu tersebut melalui organisasi kemahasiswaan dan media sosial. - Aktif dalam Pendidikan Publik
Melalui forum diskusi, seminar, atau tulisan opini, mahasiswa bisa mendorong masyarakat luas untuk memahami pentingnya kebebasan pers sebagai pilar demokrasi, serta bahaya jika pers dibungkam. - Mengawal Kebijakan dan Legislasi
Mahasiswa dapat terlibat dalam pengawasan terhadap kebijakan yang berpotensi mengancam kebebasan pers, seperti revisi UU ITE, dengan mendorong dialog publik, petisi, maupun aksi damai. - Bersikap Kritis tapi Tidak Anti-Pers
Mengkritisi media bukan berarti anti pers. Mahasiswa perlu menunjukkan sikap kritis yang konstruktif—menantang misinformasi, tetapi tetap membela kebebasan redaksi dan hak pers untuk bekerja tanpa intimidasi