Semarang – Di tengah meningkatnya biaya hidup setiap tahun, menyimpan uang di Tabungan saja tidak lagi cukup. Inflasi terus menggerus nilai uang, dan masyarakat didorong untuk mulai berinvestasi sebagai langkah antisipatif untuk menjaga kestabilan finansial.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa inflasi tahunan (year-on-year) Indonesia pada Maret 2025 sebesar 1,03%, lebih rendah dibandingkan Maret 2024 yang mencapai 3,05% (bps.go.id, bps.go.id). Meski menurun, inflasi tetap berdampak pada daya beli Masyarakat, terutama jika tidak diimbangi dengan strategi keuangan yang tepat.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2024 baru mencapai 65,43%. Ini berarti belum sepenuhnya penduduk Indonesia memahami secara menyeluruh tentang konsep pengelolaan keuangan, termasuk pentingnya investasi. Sementara itu, bunga tabungan di bank konvensional hanya berkisar 0,5-1,5% per tahun, lebih rendah dari inflasi tahunan. Ini artinya, menyimpan uang di rekening saja tidak cukup untuk menjaga nilainya dari waktu ke waktu.
Minimnya edukasi keuangan masih menjadi masalah besar dalam mendorong budaya investasi yang sehat di Indonesia. Banyak masyarakat yang belum memahami prinsip dasar investasi, seperti profil resiko, legalitas platform, hingga bagaimana menilai keuntungan secara realistis. Ketidaktahuan ini membuat masyarakat sangat rentan terhadap janji keuntungan besar dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan data OJK, sepanjang tahun 2024 tercatat 1.069 pengaduan yang masuk terkait kasus investasi illegal. Bentuk penipuan tersebut sangat beragam, mulai dari skema penzi, aplikasi investasi palsu, hingga penawaran bisnis fiktif yang disebarkan melalui media sosial. Kasus-kasus ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga menimbulkan ketakutan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap produk investasi yang sah.
Perencanaan keuangan Safir enduk menyebutkan bahwa investasi bukan hanya alat untuk menjadi kaya, tetapi juga strategi untuk menghadapi tekanan ekonomi yang kian tidak pasti. Ia menekankan bahwa setiap orang harus memiliki investasi yang mampu mengalahkan inflasi. Dalam wawancaara dengan Detik.com Safir mengatakan “Sangat perlu kita berinvestasi untuk bisa mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari inflasi, supaya kita bisa menghadapi inflasi itu sendiri.” Ia juga mengingatkan pentingnya mengecek legalitas platform investasi melalui situs resmi OJK.
Di tengah realita inflasi yang terus berlangsung, investasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Pemerintah, institusi keuangan, dan pelaku industri harus bekerja sama menyediakan edukasi keuangan yang inklusif dan mudah dipahami. Langkah konkret seperti menyediakan platform edukasi daring, kampanye media sosial, serta kurikulum keuangan sejak dini di sekolah menjadi semakin penting untuk memperluas jangkauan literasi keuangan nasional.
Namun pada akhirnya, peran terbesar tetap berada di tangan individu. Kesadaran untuk mulai mengelola keuangan sejak dini, memahami risiko, dan memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil masing-masing adalah kunci utama untuk menciptakan masa depan yang lebih stabil secara ekonomi. Dengan pengetahuan yang tepat dan sikap yang bijak, masyarakat bisa menghadapi inflasi dan tantangan keuangan lainnya dengan lebih percaya diri dan mandiri.