Semarang – Menurut laporan terbaru dari Kementerian Perdagangan, nilai pasar game dan esports di Indonesia diproyeksikan mencapai USD 2,5 miliar (sekitar Rp 37,37 triliun) pada tahun 2025. Bahkan, Indonesia disebut sebagai negara dengan perkembangan pasar game tercepat di Asia Tenggara, berkontribusi sebesar 43% dari total 274,5 juta gamers se-Asia Tenggara.
Data dari Esports Charts juga memperlihatkan dominasi tim-tim Indonesia di panggung dunia. RRQ Hoshi, salah satu tim Mobile Legends terbaik asal Indonesia, mencatatkan 112 juta jam tontonan sepanjang 2024, menjadikannya tim kedua dengan jumlah penonton terbanyak di dunia. Sementara itu, Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) memuncaki daftar sebagai game esports mobile paling populer dengan lebih dari 475 juta penonton sepanjang tahun.
Melihat statistik ini, tidak berlebihan jika menyebut Indonesia sebagai kekuatan baru dalam lanskap esports global. Gambaran tentang gamer sebagai sekadar “pengangguran yang bermain game” kini terbantahkan dengan keras. Dalam sebuah podcast bersama Deddy Corbuzier, RRQ Lemon, salah satu pemain Mobile Legends legendaris Indonesia, mengungkapkan fakta mengejutkan: pendapatan dari turnamen bisa mencapai lebih dari Rp 11,4 miliar. Nominal tersebut masih ditambah gaji bulanan dari tim profesional, sponsorship, hingga pendapatan dari live streaming atau endorsement pribadi.
Pernyataan Lemon membuka mata banyak pihak bahwa esports kini menjadi karier profesional yang sangat menjanjikan. Bahkan banyak pemain muda yang sudah mampu mandiri secara finansial sebelum menginjak usia 25 tahun. Namun dibalik gemerlap nominal tersebut, para pemain juga dituntut untuk menjaga konsistensi performa, disiplin tinggi, serta kesehatan mental yang prima. Ini menunjukkan bahwa karier di dunia esports menuntut lebih dari sekadar keterampilan bermain game.
Tak dapat dimungkiri, industri esports membawa dampak yang lebih luas dalam aspek pendidikan karakter generasi muda Indonesia. Program-program seperti Moonton Cares dan Garudaku Akademi secara aktif mengembangkan talenta esports dari jalur pendidikan formal dengan pendekatan yang lebih holistik.
Program ini tidak hanya mengajarkan teknik bermain, tetapi juga soft skills penting seperti manajemen waktu, kerja sama tim, manajemen stres, psikologi olahraga, hingga personal branding. Hal ini selaras dengan visi PB Esports Indonesia (PB ESI) yang ingin menjadikan esports sebagai bagian dari ekosistem pembinaan bakat nasional. Bahkan, PB ESI telah menerapkan sertifikasi pelatih dan wasit esports, kompetisi berjenjang dari daerah hingga nasional, serta standardisasi etika berkompetisi. Langkah ini menjadi bentuk konkret upaya menghindari sisi gelap industri, seperti perjudian ilegal, ketergantungan bermain, dan perilaku tidak sportif.
Meskipun pertumbuhan esports di Indonesia sangat pesat, masih terdapat tantangan seperti kesenjangan akses digital di daerah pedesaan. Namun, dengan kolaborasi antara pemerintah, komunitas esports, dan sektor swasta, diharapkan industri ini dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi ekonomi dan moral generasi muda Indonesia.
Esports di Indonesia telah berkembang menjadi lebih dari sekadar hiburan digital. Dengan prestasi global, kontribusi ekonomi yang signifikan, dan peran dalam pembentukan karakter, esports menjadi pilar penting dalam pembangunan generasi muda yang berintegritas dan berdaya saing tinggi.