Rejosari, Polokarto – Dalam upaya membangun desa yang inklusif dan kolaboratif, Desa Rejosari, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Perumusan Perdes Desa Inklusi pada Rabu, 20 November 2024. Bertempat di Balai Desa Rejosari, kegiatan ini melibatkan 30 peserta dari berbagai unsur masyarakat, termasuk perangkat desa, BPD, tokoh masyarakat, karang taruna, dan kelompok rentan.
FGD ini bertujuan untuk merancang Peraturan Desa (Perdes) yang berfokus pada pemenuhan hak-hak semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya kelompok disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Dengan tema “Menuju Desa Inklusif, Kolaboratif, dan Ramah untuk Semua”, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah konkret untuk menciptakan tata kelola desa yang lebih adil dan partisipatif.
Sambutan Ketua PC Lakpesdam NU Sukoharjo
Acara diawali dengan sambutan dari Ketua PC Lakpesdam NU Sukoharjo, Muhamad Zainuddin, yang menekankan pentingnya prinsip inklusivitas dalam pembangunan desa.
“Desa inklusi bukan hanya tentang menyesuaikan kebijakan bagi kelompok rentan, tetapi juga menguatkan kolaborasi antarwarga. Dengan Perdes ini, kita bisa memastikan bahwa pembangunan desa benar-benar mencerminkan kebutuhan semua kalangan,” ujar Zainuddin.
Komitmen Kepala Desa Rejosari
Sambutan juga disampaikan oleh Kepala Desa Rejosari, Supono, yang menyatakan dukungan penuh terhadap kegiatan ini.
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa Perdes yang disusun hari ini tidak hanya menjadi dokumen formal, tetapi benar-benar diterapkan demi kesejahteraan seluruh masyarakat Desa Rejosari,” ungkap Supono.
Beliau juga mengapresiasi kehadiran para narasumber yang telah bersedia berbagi ilmu dan pengalaman untuk memperkaya proses diskusi.
Pemaparan Materi oleh Narasumber
FGD ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Sri Wahyuni, Sekretaris BPD Desa Rejosari, dan Dwi Wahyuni, SH, staf Bagian Hukum Setda Kabupaten Sukoharjo. Sebelum memasuki sesi materi, fasilitator kegiatan, Raha Bistara, memberikan pengantar terkait pentingnya inklusivitas dalam kebijakan desa.
“Proses penyusunan Perdes ini bukan hanya soal menghasilkan aturan, tetapi bagaimana kita bersama-sama membangun kesadaran untuk menciptakan desa yang benar-benar ramah bagi semua lapisan masyarakat,” tutur Raha.
Dalam sesi pertama, Sri Wahyuni menjelaskan peran strategis BPD dalam mendukung kebijakan inklusi. Ia memaparkan bagaimana BPD dapat menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah desa untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan bersifat representatif.
Sementara itu, Dwi Wahyuni, SH, memaparkan aspek teknis dan legal dalam proses penyusunan Perdes. Ia menjelaskan langkah-langkah penyusunan yang melibatkan musyawarah desa, harmonisasi regulasi, hingga pengesahan. “Penting untuk memastikan bahwa Perdes yang dihasilkan tidak hanya memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi juga mudah dipahami dan diimplementasikan oleh masyarakat,” ungkap Dwi.
Langkah Konkret Menuju Desa Inklusi
Kegiatan ini berlangsung secara interaktif, di mana peserta dibagi menjadi kelompok untuk mendiskusikan draf Perdes. Diskusi menghasilkan sejumlah poin penting, termasuk perlunya mekanisme pengawasan untuk memastikan implementasi kebijakan berjalan efektif.
FGD diakhiri dengan penyusunan rencana tindak lanjut yang mencakup pembentukan tim kerja untuk finalisasi Perdes serta agenda musyawarah desa lanjutan.
Harapan Bersama
Melalui kegiatan ini, Desa Rejosari menunjukkan komitmen nyata dalam mewujudkan desa inklusi yang ramah bagi semua kalangan. Semangat kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat, dan pemangku kepentingan diharapkan dapat menjadi teladan bagi desa-desa lain di Sukoharjo.
“Kami berharap hasil dari kegiatan ini menjadi tonggak sejarah bagi Desa Rejosari untuk terus maju sebagai desa yang inklusif dan kolaboratif,” tutup Supono.