Media sosial sudah menjadi bagian hidup manusia jaman sekarang, terutama kaum millennial, Gen Z, dan Gen Alpha. Di satu sisi, media sosial menjadi sumber edukasi dan hiburan, tapi di sisi lain ada dampak buruk yang harus diperhatikan.
Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari cari tahu tanda-tanda seseorang kecanduan sosial media. Menurut ahli, mereka yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam sehari bisa dianggap sebagai “pengguna berat.”
Hal ini mengindikasikan adanya masalah dalam penggunaan media sosial . Mereka berisiko lebih tinggi mengalami depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya. Mengapa ini terjadi?
Tentunya ada peran besar algoritme sosial media. Mari kita bahas lebih lanjut.
Apa itu Identitas Algoritme?
Identitas algoritme merujuk pada cara algoritme membentuk dan memengaruhi pengalaman kita di dunia maya. Ini adalah proses di mana algoritme mengumpulkan data tentang perilaku, preferensi, serta kesukaan kita.
Itulah sebabnya konten video marketing yang muncul di platform media sosial selalu sesuai minat kita. Secara sederhana, identitas algoritme adalah representasi digital dari diri kita yang dibangun oleh algoritme berdasarkan aktivitas online.
Apakah hal ini berbahaya? Sekilas tampaknya tidak. Namun, jika dilakukan berkepanjangan, identitas algoritme juga bisa membawa dampak negatif bagi kesehatan mental.
Dampak yang paling jelas adalah menghabiskan waktu berjam-jam di dunia maya. Akhirnya, kita memilih untuk scrolling TikTok, Instagram, atau YouTube video daripada melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat.
Algoritme Media Sosial Vs. Kesehatan Mental
Algoritme media sosial memang bisa membuat pengalaman online lebih menarik, namun perhatikan juga sisi gelapnya terhadap kesehatan mental kita.
Bahaya Echo Chamber dan Filter Bubble
Echo Chamber dan Filter Bubble bisa diartikan sebagai “ruang gema” dan “gelembung filter,” yaitu ruang informasi yang memperkuat perspektif tertentu. Jika pengguna terjebak dalam ruang tersebut, maka akan sangat berpengaruh pada pola pikir mereka.
Kurangnya paparan terhadap pandangan yang berbeda dapat memperkuat polarisasi sosial. Hal ini bisa menghalangi pikiran kritis dan diskusi bermakna, sehingga pengguna sulit melihat atau memahami sudut pandang lain.
Tingkat Kecanduan Digital yang Tinggi
Platform media sosial dirancang untuk membuat pengguna terus menggunakannya. Dalam Bahasa Inggris, istilah ini dinamakan “engagement.” Algoritme memprioritaskan konten yang menarik sehingga membuat pengguna terus-menerus menggulir feed tanpa henti.
Jika terjadi pada anak-anak dan remaja, hal ini akan mempengaruhi tingkat konsentrasi mereka. Bahkan yang adiktif rela menyewa genset silent untuk menghalau gangguan listrik demi akses digital. Mereka jadi lebih sulit fokus dan cenderung mengalami gangguan emosional yang bisa berdampak jangka panjang.
Kecemasan, Depresi, dan Rasa Insecure
Identitas algoritme bisa memperburuk masalah mental seperti kecemasan dan depresi. Saat pengguna terus-menerus disajikan konten yang memicu emosi negatif atau standar yang tidak realistis, kesehatan mental kita bisa terpengaruh.
Saat pengguna melihat kehidupan orang lain, hal ini dapat memicu perasaan rendah diri atau yang sering disebut insecurity. Pengguna mudah terjebak dalam perbandingan diri yang bisa berdampak pada mental dan perilaku di kehidupan sosial.
Komparasi Sosial dan Cyber Bullying
Algoritme memicu komparasi sosial yang ekstrem di mana pengguna merasa bahwa orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik. Tentunya, hal ini memicu suasana hati yang tertekan, dan menurunkan kepuasan hidup.
Parahnya, sejumlah pengguna merespons perasaan insecure mereka dengan menyerang orang lain melalui kolom komentar atau fitur Direct Message (DM). Inilah, sumber terjadinya cyber bullying.
Pengaruh Persepsi Tubuh dan Kecantikan
Dengan kemajuan AI, aplikasi berbasis gambar sering kali menyertakan filter yang membuat seseorang terlihat lebih langsing atau “ideal.” Pengguna bisa mudah menemukan bermacam filter yang membuat dirinya terlihat “lebih baik.”
Hal ini bisa mempengaruhi persepsi tubuh dan mendukung pola pikir atau perilaku yang tidak sehat terkait citra tubuh. Lagi-lagi, filter juga bisa mengurangi rasa percaya diri pengguna dalam kehidupan nyata.
Tips Menggunakan Media Sosial Secara Sehat
Batasi waktu layar: Tentukan batas waktu harian untuk penggunaan media sosial agar tidak berlebihan. Selalu upayakan keseimbangan antara aktivitas online dan offline.
Ikuti akun positif: Kurasi feed dan ikuti akun yang memberikan energi positif serta menginspirasi minat dan hobi kamu. Jangan sungkan untuk berhenti mengikuti orang yang membuatmu tidak nyaman.
Perhatikan emosi diri: Sadari bagaimana media sosial mempengaruhi perasaan dan aktivitas kamu. Jika mulai merasa terjebak dalam emosi negatif atau perbandingan diri, cobalah untuk mengambil jeda sejenak atau melakukan detoks media sosial.
Beraktifitas di luar dan baca buku: Tidak ada salahnya bermain media sosial . Tapi, ada baiknya untuk melakukan aktivitas fisik di luar dan membaca buku. Kamu bisa mendapatkan perspektif baru dan mendapatkan kepuasan diri yang bisa berdampak positif pada kualitas hidup.
Baca juga: Prediksi YouTube Tren 2025
Setelah menjelajahi hubungan kompleks antara algoritme media sosial dan kesehatan mental, jelas bahwa ada dua sisi koin yang perlu kita pahami. Di satu sisi, algoritme memberikan pengguna akses ke konten yang sesuai dengan minat dan preferensi individu.
Namun, di sisi lain, mereka juga bisa menciptakan jebakan yang memperkuat perbandingan sosial dan mengganggu kesehatan mental. Maka dari itu, kita wajib mengetahui batasan penggunaan media sosial untuk pengalaman dunia maya yang lebih sehat.