Poster Penayangan Film ‘Pengepungan di Bukit Duri’ di Bioskop Paragon Mall Semarang. (Foto oleh: Michelle Arletta, 24 April 2025)
Film terbaru Garapan Joko Anwar yaitu Pengepungan di Bukit Duri Dirilis pada 17 April 2025, langsung mencuri perhatian publik. Dengan genre aksi-thriller, film ini menawarkan ketegangan yang memikat penonton. Dalam waktu 16 hari setelah penayangannya, berhasil menarik 1.501.737 penonton. Namun, meski sukses menarik perhatian, film ini kini juga tengah disorot. Terkait fenomena anak-anak yang menontonnya meski film tersebut jelas diberi rating usia 17+.
Salah satu unggahan warganet di akun TikTok @Bahasfilmbarengaffnan menjadi viral. Menunjukkan antrean penonton anak-anak yang datang bersama orang tuanya di dalam studio. Beberapa di antaranya bahkan terlihat berusia di bawah 10 tahun.
Label 17+ pada film bukan sekedar soal adegan tidak senonoh. Film dengan rating ini biasanya memuat kekerasan ekstrem, isu psikologis berat, atau nilai-nilai yang belum sesuai untuk dicerna oleh anak di bawah umur. Ini menambah kekhawatiran dampak pada perkembangan mental anak-anak penonton.
Diskusi Pro-Kontra Muncul di Media Sosial
Unggahan ini memicu beragam reaksi dari warganet dan menimbulkan perdebatan di media sosial. Pro kontra muncul karena adanya perbedaan cara pandang terhadap kesiapan anak dalam menyerap konten dewasa. Banyak yang mengkritik orang tua yang membiarkan anak-anak mereka menonton film tersebut. Mengingat konten film yang memungkinkan belum bisa dicerna oleh anak kecil.
Sebagai contoh, @bonobonoyaaa menuliskan, “Ortu ngajak anaknya nonton film ini, pas besoknya anaknya ngomong kasar, ortunya marah-marah,” yang mencerminkan kekhawatiran nyata akan dampak langsung dari paparan konten tersebut. Komentar serupa datang dari @Nenk_Izza, yang menilai bahwa film ini “nggak cocok untuk mental anak kecil.”
Namun, tak sedikit juga yang menganggap hal ini bergantung pada masing-masing anak. Salah satunya, @astera berkomentar, “Tergantung anaknya aja sih, kuat apa nggak.” Pendapat ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat menilai anak-anak zaman sekarang lebih ‘tahan mental’ dan mampu membedakan mana yang patut ditiru dan mana yang tidak, meski pendapat ini tetap menuai kontroversi.
Pro kontra ini memperlihatkan adanya perbedaan tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap fungsi klasifikasi usia pada film. Bagi sebagian pihak, rating dianggap sebagai panduan wajib yang harus dipatuhi demi perlindungan psikologis anak. Namun bagi sebagian lain, rating dianggap fleksibel dan bisa disesuaikan tergantung karakter anak dan keputusan orang tua.
Pengawasan Usia di Bioskop Jadi Sorotan
Fenomena ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat di bioskop terkait usia penonton. Meskipun sudah ada klasifikasi rating film, kejadian seperti ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif masyarakat terhadap aturan usia penonton masih rendah.
Tak hanya itu, banyak juga warganet yang menilai bahwa pengelola bioskop perlu lebih tegas dalam menerapkan batasan usia penonton sesuai dengan klasifikasi film yang ada. Sebagaimana yang diungkapkan oleh akun TikTok @Bahasfilmbarengaffnan, “Warning: Film ini ada adegan sensitif dan banyak dialog kasar yang ga cocok banget ditonton anak di bawah umur.”
Pentingnya Literasi Media dan Kesadaran Orang Tua
Kasus ini kembali membuka diskusi tentang literasi media dan kesadaran orang tua. Khususnya tentang membatasi akses anak terhadap film yang tidak sesuai dengan usia mereka. Meskipun pihak bioskop sudah memberikan label rating, kesadaran orang tua dalam mematuhi ketentuan tersebut tetap menjadi kunci utama dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk konten yang belum sesuai dengan perkembangan mental mereka.
Dengan terus berkembangnya platform digital dan konten hiburan yang lebih mudah diakses, diharapkan ke depannya masyarakat bisa lebih bijak dalam memilih tontonan yang sesuai dengan usia anak.